Sabtu, 12 September 2009

“MENARUH SEJUTA HARAPAN
DI PUNGGUNG DOMBA”
By: shodiqul anwar

Penggembala muda yang tinggal di desa, tiap ahrinya tiada waktu bersama domba-dombanya di sawah. Dengan telaten mencarikan rumput, berharap domba yang kurus menjadi gemuk, saat dijual domba berharga mahal.

Pagi yang cerah, matahari telah kembali membentangkan keindahanya, menunjukkan wibawanya sebagai pusat tata surya. Langit biru mulai terkikis warnanya berganti warna putih. Bersama rembulan yang kelihatan malu menampakan diri dan mulai menyembunyi. Untuk manusia yang mencari kesibukan, mulai bertebaran di penjuru bumi demi mencari sesuap nasi nantinya diberikan keluarga. Tidak kalahnya semangatnya Penggembala muda, walaupun hari itu bangun mbangkong, dan harus sholat Shubuh digandeng dengan sholat Sunah Dhuha, karena malamnya sholat sunah Tahajud setelah capek bermain kartu bersama teman sebayanya semalam.
Seorang penggembala muda, melebarkan pandangan matanya, melakukan tugas biasanya, mempersiapkan diri mencari rumput yang segar untuk ternak domba. Bersama burung terbang ke arah timur, Penggembala muda melangkahkan kaki keluar rumah. “Bismilahhirohmanirohim” kata iftitah setiap orang muslim sebelum melakukan aktifitas, terlantun di bibir penggembala muda.
Tak lupa senjata mencari rumput. Alias sabit. Ya! Sabit namanya, sebelum menuju ke arena peperangan, tidak ketinggalan mengasah supaya menambah ketajaman. Setajam pedang Algojo negara Arab untuk memenggal kepala seseorang yang melakukan dosa besar baik agama maupun Negara. Sabit sudah kelihatan putih mengkilau pada sisi depan, menunjukan bertambahnya ketajaman. Di sudahilah melakukan pengesahahan.
Keranjang yang hampir rusak, tepat di sisi kiri kandang domba. keranjang di bawa, layaknya anak sekolah berangkat membawa Tas. Lengkap sudah bekal, penggembala yang selalu semangat, Tegar, beserta keranjang yang dibawa di punggung penuh sejuta harapan. Harapan masa depan yang cerah, bisa membahagiakan orang tua, tetangga, teman. arti kata harapan nantinya, dengan usaha menggembala dapat mencukupi kebutuhan mencari sesuatu yang diburu (ilmu)
Di sawah.. matahari mulai menunjukan kenakalanya, sinarnya terasa panas, menyengat kulit penggembala muda hingga kelihatan kecoklat hitaman bak warna gula jawa. Tapi, keluhan tidak keluar dari bibir penggebala, hanya topi. ya! Hanya topi berwarna kehitam hitaman, walau sebenarnya warnanya pas beli di pasar raya dulu warnaya putih. Topi yang gak pernah di cuci itu tiap hari di pakai untuk melindungi wajah pemuda yang agak ganteng, itu pun kata ibu penggembala muda.
Penggembala tersenyum tipis, terlihat di depan mata rumput hijau bergoyang ria, menari kekanan dan kekiri terkena terpaan agin barat daya. Menarinya rumput menunjukan riangnya, melihat pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) wilayah kabupaten mau menjemput . Hanya pasrah dan rela sang rumput di hantam ketajaman pucuk sabit, di masukan ke keranjamg harapan.
Kelelahan mulai dirasakan, keringat mengalir tiada henti di wajah penggembala muda yang penuh dengan jerawat, hingga membasahi seluruh badanya. Sesekali menoleh ke keranjang berisi rumput hampir penuh. “Allahu akbar allahu akbar” suara azdan dhuhur bernada mayor dari Masjid desa. Gus Sis adalah putra pak kyai di desa penggembala, beliau hampir lima waktu mendengungkan suara azdan. Suara yang merdu, membuat bangun seluruh manusia di waktu subuh. Dengan sisa tenaga penggembala melangkahkan kaki menuju pulang, selain waktunya sholat, keranjang sudah dipenuhi rumput. “Pak !! mari pulang” sapaan wajib ketika bertemu sesama pencari rumput. …. di agama juga diajarkan terhadap sesama harus saling menyapa. Sapaan adalah silaturohmi kecil menurut agama islam dan barang siapa rajin silaturohmi akan dijauhkan dari kemiskinan. Bapak pencari rumput mengawali senyum sebelum menjawab sapaan pengembala “ya anak muda duluan aja”.
Kurang dari 20 meter perjalanan sampai kandang domba serentak mengeluarkan suara khas di saat lapar melanda perut. Entah kenapa kok bisa tahu yang yang datang adalah sang tuan pemberi makan. Mungkin sudah kenal bau keringat ber tahun tahun. He….he…. sampai di depan kandang, domba berdiri ibarat para aparat Negara memberi penghormatan kedatangan Presiden. Sambil senyum tipis, mengambil rumput dari keranjang. “Cepat besar kau domba nanti kujual untuk keperluan bayar semester” gumam dalam hati.
“Alhamdulillah” sambil melepas topi dan seragam Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten. Pengembala duduk di teras rumah, menikmati angin menghampiri badan. Sungguh angin yang segar membuat mata terasa berat diajak menatap burung yang berkicau di pohon randu tepat depan rumah. Perlahan badan tenggelam dalam ke ngantukan, berebah di teras tanpa alas “Bismika allla ahya wa bismika allah amut”
“Hai penggembala, bangun, bukankah waktunya kuliah, ayo bangun” suara agak kurang enak didengar di telinga. Kalaupun bernada mungkin masuk nada J mayor, bingungkan??? memang gak ada nada kuncinya J itu Cuma menganalogikan betapa buruknya suara yang menggangu tidur siang sang penggembala. “Jam berapa?” tanya penggembala. “Jam 14.00 anakku”. Berangkatlah Mandi sang penggembala, selain mau melaksanakan sholat, hari itu ada jadwal kuliah. Seperti biasa sebelum berangkat kuliah menunaikan sholat dhuhur, kewajiban orang muslim, kekhusu’an sholat pun terjaga hanya 5 menit setelah niat, selanjutnya pikiran melayang tanpa arah dan tujuan, lebih parah lagi setan asmara mengantarkan otak mengakses bayangan cewek kembang desa yang menolak cinta sebulan lalu “sungguh memalukan”. belum lagi bayangan selembar kertas dari BAU (Bagian Administrasi Umum) Kampus di berikan semua mahasiswa bertuliskan tuntutan melunasi uasng SPP, KKN bulan depan, meresahkan bukan???.
Berangkat kuliah, layaknya Mahasiswa lain, bergaya naik sepeda motor kesayanganya yaitu Motor Honda Grand berwarna hitam plus bila dilihat dari kejauhan, sebenarnya kalau di teliti dan dilihat dari kedekatan, aslinya MOCIN (Motor Cina) tepatnya Jialing. Tapi penggembala muda tidaklah berkecil hati. Bukankan ini semua sudah berlebihan bagi seorang penununtut ilmu berangkat dengan fasilitas Motor. Yang seharusnya penuntut ilmu itu harus melalui prosesnya dengan warna kesengsaran. bukankah Tuhan selalu memberikan hasil yang cerah bagi penuntut ilmu malalui proses sengsara. Bukankah banyak sejarah mecatat terkait orang sukses itu diawali dengan kesengsaraan. Walla hu a’lam
Pemuda yang selalu berfikir hanya bisa berdoa setengah bergeming “Tuhan ampunilah hambamu hidup di dunia ini tidak lepas dari menyiksa diri dan tunjukanlah jalan yang lurus”. Dengan keyakinan penuh harapan, pengembala muda bermodalkan kecengnya berfikir hanya orang-orang yang mau berkeringatlah pantas mendapatkan kesuksesan. Toh aku (pemuda penggembala) sudah mengeluarkan keringat buktinya tiap hari ke sawah mencari rumput untuk domba. Semoga saja Tuhan tersenyum dan ridha melihat makhluknya (manusia) menggunakan fasilitas makhluk lain (hewan) demi menggapai harapan Masa Depan………..
Mahasiswa kere-aktif semester 6 reguler
(Sekretaris Umum Komisariat PMII ‘”Bongkar”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar