Sabtu, 12 September 2009

HILANGNYA IDEOLOGI DALAM BERPOLITIK
Oleh: M. Asrofi

Politik lagi, politik lagi, politik penuh dengan trik, politik juga penuh dengan intrik. Heh...pusing jika memikirkan politik yang tiada henti-hentinya trik baru serta intrik baru. Ada yang saja yang selalu menggelitik dalam politik. Dalam beberapa waktu saya lupa waktunya kapan. Salah satu tokoh penggagas Deklarasi kaum Muda Indonesia tanggal 28 oktober 2007 yaitu Fajroel Rahman ketika diwawancarai di salah satu televisi swasta mengatakan bahwa tujuan dari politik adalah untuk mencapai kebahagiaan. Hal serupa juga pernah dikemukakan tokoh filsafat Yunani kuno yaitu Aristoteles bahwa pada dasarnya berpolitik adalah untuk mencapai kehidupan yang berbahagia. Mencari kehidupan yang baik bukan kehidupan yang bebas dari bahaya bukan pula kesejahteraan materi, karena jika itu dalam bentuk materi seperti mempermudah ekonomi dan pergaulan saja sama halnya dengan aliansi atau perkongsian.

Pada fase perkembangan selanjutnya muncul juga ideologi-ideologi yang diperjuangan dalam partai politik. Walaupun sebenarnya dalam arti ideologi banyak mengalami perubahan arti semenjak kematian Destut De Tracy (penggagas istilah ideologi). Pada awalnya arti ideologi berasal dari kata Idea yang berarti gagasan dan logos yang berarti ilmu. Tetapi pasca munculnya Karl Marx dan Engels mengalami perubahan dan semua tidak akan memperdebatkanya. Dan tahap selanjutnya arti ideologi menjadi seperangkat keyakinan sosial, keagamaan, atau keyakinan politik tentang kebenaran untuk mempertahankan kelas-kelas/ harapan kelas-kelas di dunia modern.

Di negara Indonesia sebelum merdeka semenjak diterapkanya politik etis Belanda memunculkan intelektual muda Indonesia dengan berbagai macam ideologi. Misalnya, soekarno dengan ideologi nasionalisme, Sjahrir dan Moh. Hatta dengan ideologi sosialisme, Datu’ Ibrahim Tan Malaka dengan ideologi komunisme, Moh. Natsir dengan Pan-Islamisme. Kemudian dalam perjuanganya melalui politik yang akan diperjuangkan di parlemen. Pada saat itu, dalam berpolitik murni
karena dorongan ideologi bukan karena dorongan ekonomi. Artinya ada ada seperangkat nilai-nilai kebenaran yang diyakininya.
Walaupun pada saat itu ada beberapa partai dengan ideologi yang bermacam-macam seperti PNI, PKI, MASYUMI, PSI, dan lainya. Tetapi cita-citanya satu yaitu ingin membawa Indonesia menjadi bangsa yang jaya.

Pada tahun 1965 mungkin adalah tahun yang tidak akan terlupakan oleh sejarah bangsa ini. Pemberontakan PKI yang dipimpin oleh D.N. Aidit, Untung, dan kawan-kawanya telah memakan banyak korban baik dari kalangan sipil dan militer. Tetapi perlu diketahui juga menurut mereka, yang mereka lakukan ada ada seperangkat keyakinan yang diperjuangkan dan menjadi super power bagi pe rgerakan mereka.

Tetapi fakta sekarang fakta berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat. Sekarang banyak yang berpolitik hanya atas dasar motif ekonomi atau hanya mencari uang bukan dorongan ideologi. Bisa di bilang dalam berpolitik yaitu hanya antara kursi dan rejeki. Banyak sekali parpol-parpol baru dengan ideologi yang bermacam-macam tetapi orang-orang yang di dalamnya tetap sama, Para elit politik yang tersisihkan dipartainya yang membentuk partai baru.

Jika seperti ini bukan sebuah kebenaran yang diperjuangkan tetapi hanya uang dan kekuasaan. Bermacam-macam platform partai politik hanya sebagai hiasan dan menunjukan kepada dunia internasional atau ingin diketahui di negara lain bahwa orang Indonesia sangat ideologis. Jika berpolitik hanya untuk uang dan kekuasaan, hanya untuk kursi dan rejeki, kapan memikirkan berjuang untuk kebenaran yang diyakininya untuk memperoleh kebahagiaan seluruh rakyat.

Kini segala ideologi yang bisa menjadi super power telah hilang. Yang tinggal hanya satu yaitu, ideologi uang. Kita lihat saja, akankah semua akan berubah seiring berjalanya waktu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar