Sabtu, 12 September 2009

Renungan Ramadhan
Dikutip dari sajak Gus Mus


Laailahaillallah
Tak ada yang boleh yang memperhambaku kecuali Allah
Tapi nafsu terus memperhambaku.

Laailahaillallah
Tak ada yang boleh menguasaiku kecuali Allah
Tapi kekuasaan terus menguasaiku.

Laailahaillallah
Tak ada yang boleh menjajahku kecuali Allah
Tapi materi terus menjajahku.
Laailahaillallah
Tak ada yang boleh mengaturku kecuali Allah
Tapi benda mati terus mengaturku.

Laailahaillallah
Tak ada yang boleh memaksaku kecuali Allah
Tapi syahwat terus memaksaku.

Laailahaillallah
Tak ada yang boleh mengancamku kecuali Allah
Tapi rasa takut terus mengancamku.
Laailahaillallah
Tak ada yang boleh merekayasaku kecuali Allah
Tapi kepentingan terus merekayasaku.

Laailahaillallah
Hanya kepada Allah aku mengharap
Tapi kepada siapapun
Masyaalah aku mengharap

Laailahaillallah
Hanya kepada Allah aku memohon
Tapi kepada siapapun
Masyaalah aku terus memohon.

Laailahaillallah
Hanya kepada Allah aku bersimpuh
Tapi kepada apapun
Masyaalah aku terus bersimpuh.

Laailahaillallah
Hanya kepada Allah aku bersujud
Tapi kepada apapun
Masyaalah aku terus bersujud

Laailahaillallah Masyaallah.

Kawan sudah puasa lagi, belum juga tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri bercermin firman tuhan sebelum kita di hisab-Nya.

Kawan siapakah kita ini sebenarnya, musliminkah, mukminin, muttaqin, khalifah Allah, umat muhammadkah kita, khoiro’ ummatinkah kita. Atau kita sama saja dengan makhluq lain atau bahkan lebih rendah lagi, hanya budak-budak perut dan kelamin.

Iman kita kepada Allah dan yang ghaib rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan, lebih pipih dari kain rok perempuan, betapapun tersiksa, kita khusyu’ di depan massa dan tiba-tiba buas dan binal justru saat di saat sendiri bersama-Nya.

Syahadat kita rasanya se perti perut bedug atau pernyataan setia pegawai rendahan saja, kosong tak berdaya.

Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam ibu-ibu, lebih cepat dari pada menghirup kopi panas, lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda. Doa kita sesudahnya justru lebih serius, kita memohon hidup enak di dunia dan bahagia di surga

Puasa kita rasanya sekedar mengubah jadwal makan dan minum dan saat istirahat, tanpa menggeser acara buat syahwat, ketika datang lapar atau haus kita kita pun manggut-manggut, oh… beginikah rasanya...? dan kita sudah merasa memikirkan saudara-saudara kita yang melarat.

Zakat kita jauh lebih dari berat terasa di banding tukang becak melepas penghasilannya untuk kupon undian yang sia-sia. Kalaupun terkeluarkan harapanpun tanpa ukuran upaya-upaya tuhan menggantinya melipat ganda.

Haji kita tak ubahnya tamasya, menghibur diri mencari pengalaman spiritual dan material, membuang uang kecil dan dosa besar lalu pulang membawa label suci asli made in saudi

Kawan selamat berpuasa, belum saatnyakah kita memandang dan menunduk memandang diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar