Sabtu, 12 September 2009

Waktu

Waktu, darimanakah waktu itu? mengapa kita menggunakan waktu? Siapa yang membuat waktu? Dan sebenarnya adakah waktu itu?

Menengok sejarah
Penunjuk waktu pertama menurut catatan sejarah adalah jam matahari digunakan masyarakat Babilonia sekitar tahun 2000 SM, alat yang digunakan untuk penunjuk waktu ini sangat sederhana hanya dibutuhkan sebilah kayu lalu ditancapkan ditanah, saat matahari menyinari batang kayu terbentuklah bayangan, bayangan inilah yang digunakan sebagai penunjuk waktu, bila bayangannya pendek maka menunjukkan waktu tengah hari atau siang hari, bila bayangan panjang berarti menunjukkan waktu menjelang malam. Dan penunuk waktu ini tidak dapat digunakan pada malam hari. Sistem penunjuk waktu ini berasal dari pemahaman mengenai gerak matahari dari timur ke barat pemahaman geosentris, yaitu menganggap bumi sebagai pusat tata surya.

Penghitung waktu kedua adalah jam pasir. Bentuknya unik, terdiri dari dua tabung berisi pasir yang dihubungkan oleh pipa kecil, Jam pasir pertama diciptakan oleh bangsa Mesir sekitar tahun 1380 SM. Penunjuk waktu ini harus dibalik dalam rentang waktu kurang lebih satu jam. Dari penemuan ini muncul pemahaman bahwa dalam satu hari mulai dari terbitnya matahari dari timur sampai terbit lagi mempunyai masa yaitu 24 jam atau 24 kali jam pasir dibalik. Tapi tetap mengacu pada perubahan siang dan malam, yaitu terbit dan tenggelamnya matahari.

Penghitung waktu ketiga adalah jam mekanik. Dan seterusnya ditemukan jam bandul/pendulum hingga ditemukannya jam digital. Dengan tetap menggunakan sistem 24 jam dalam satu hari atau sekali rotasi bumi.

Dari awal sejarah manusia semua penunjuk waktu jam menggunakan acuan pergerakan matahari atau lebih tepatnya pergerakan rotasi bumi yang mengakibatkan fenomena siang dan malam. Demikian halnya dengan pemahaman manusia mengenai pergantian tahun dan bulan. Pemahaman manusia mengenai pergantian musim di bumi misalnya musim panas, musim gugur, musim dingin, musim semi. Pergantian empat musim tersebut selalu berurutan dipahami manusia sebagai periode satu tahun (Masehi) hingga kini, fenomena pergantian musim tersebut adalah akibat dari perputaran bumi mengelilingi matahari atau revolusi bumi (pergerakan bumi mengitari matahari) yang kadangkala posisi matahari berada di sebelah utara dan selatan khatulistiwa. Dan ada juga pergantian sistem bulan yang mengacu pada pergerakan bulan dilihat dari bumi (Hijriyah).

Dari asal mula pemahaman manusia terhadap penunjuk waktu, dari penunjuk jam yang berasal dari pergantian siang dan malam, pemahaman manusia mengenai pergantian bulan dan tahun yang mengacu pada pola pergerakan bulan dan matahari. Semua penunjuk waktu dari detik, menit, jam, hari, bulan, tahun semua pemahaman pergantian masa berasal dari pengamatan manusia terhadap pergerakan benda-benda alam. Dari pemahaman itu semua, penulis berkesimpulan bahwa pemahaman manusia mengenai waktu berasal dari pergerakan benda-benda alam. Dalam ayat Al Qur’an surat Al Isro’:12
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (Al Isro’:12)
Dari ayat tersebut di jelaskan bahwa fenomena perputaran bumi yang mengakibatkan pergantian siang dan malam merupakan awal pemahaman manusia mengenai pergantian tahun dan perhitungan.
Kita kembali ke masa kini. Kita sering mendengar istilah “Andaikan waktu dapat berulang” atau “Seandainya aku dapat kembali ke masa lalu”, contoh lain “Bila waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB maka matahari terbit dari timur” dan “bila waktu menunjukkan pukul 18.00 WIB maka matahari terbenam di arah barat”. Pemahaman kita mengenai waktu seperti time slider vidio yang ada dalam media pleyer misalnya, time slider tersebut berfungsi seperti mesin waktu apabila kita geser slider tersebut ke arah mundur maka maka jalan cerita dari vidio tersebut akan mundur pada waktu yang ditentukan. Inilah yang membuat pemahaman manusia mengenai waktu menjadi tidak sesuai dengan awal mula pemahaman manusia mengenai hakikat waktu. Bahwa seseorang yang mengatakan hal itu semua, pemahaman mengenai waktu menjadi terbalik yaitu seakan-akan pergerakan alam yang tergantung oleh waktu atau waktu yang mengendalikan pergerakan alam. Hal ini tidak sesuai dengan asal mula pemahaman manusia mengenai waktu yang berasal dari pergerakan benda-benda alam yang dibahas di awal tadi, yang seharusnya waktulah yang harus mengacu pada pergerakan benda-benda alam.

Kita sedikit berandai-andai, bila bumi ini tidak berotasi dan tidak berevolusi mengitari matahari, sedangkan manusia hanya melihat malam saja atau siang saja, manusia mungkin manusia tidak akan memahami mengenai waktu atau perjalanan masa, yang dilihat manusia hanya ada manusia tumbuh dari bayi, dewasa, tua hingga mati, tumbuhan yang tumbuh dari kecil hingga besar. Manusia bergerak dari posisi A ke posisi B, tidak ada pemahaman bahwa pergerakan dari posisi A ke posisi B itu mengalami perjalanan masa. Dan hukum sebab akibat, bila manusia berbuat sesuatu maka akan berakibat sesuatu,

Mari kita mengkaji lebih dalam. Bila pergerakan benda-benda alam adalah asal mula pemahaman manusia mengenai waktu atau perjalanan masa, maka secara subyektif penulis mempunyai pendapat bahwa yang ada secara hakiki adalah gerak benda alam, sedangkan waktu atau perjalanan masa adalah suatu pemahaman manusia yang timbul akibat gerak alam.

Lebih jauh lagi kesimpulan dari penulis, jika waktu atau perjalanan masa itu hanya ada dalam pemahaman manusia akibat gerakan alam, maka hakekatnya waktu atau perjalan masa itu tidak ada, pada hekekatnya yang ada hanya gerak alam dan hukum sebab akibat. Manusia mengingat atau menyimpan kenangan dari pengalaman mereka. Manusia tumbuh dari kecil sampai dewasa, tumbuhan tumbuh dari kecil hingga besar. Kita tidak bisa kembali ke masa lalu, dan kita tidak bisa melompat ke masa depan. Karena hakekatnya masa lalu dan masa depan itu tidak ada. Masa adalah berhenti.

Walaupun penulis beranggapan bahwa perjalanan masa itu pada hakekatnya tidak ada, atau masa adalah berhenti, penulis tidak menafikan bahwa manusia harus tetap menggunakan penunjuk waktu atau waktu nisbi yang berupa detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan seterusnya untuk memperlancar dan juga sebagai motifasi aktifitas kehidupan manusia itu sendiri berdasarkan hukum sebab akibat.

Wallahu a’lam
Muhammad Maulid Dhuhri 05.05.2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar